Konon di akhir masa penjajahan, tentara Jepang sempat menerapkan sistem Tonarigumi di Indonesia. Sistem Tonarigumi diperkenalkan oleh Perdana Menteri Jepang Fumimaro Konoe pada tahun 1940.
Tonarigumi, yang artinya kerukunan tetangga, awalnya difungsikan untuk memperketat kontrol dan pengawasan tentara pendudukan Jepang terhadap masyarakat jajahan sekaligus untuk memperkuat komunikasi antara pemerintahan militer Jepang dengan warga atau antar sesama warga.
Kemudian Tonarigumi menjadi basis pelatihan militer warga desa yang dipaksa untuk menjadi milisi dan dimobilisasi bagi kepentingan perang Jepang.
Setelah Jepang kalah dalam perang Dunia Kedua dan Indonesia merdeka, Tonarigumi diubah namanya menjadi Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW), namun berbeda dalam maksud dan tujuan penerapannya.
Status RT dan RW dalam perkembangannya kini menjadi salah satu dari Lembaga Kemasyarakatan yang dilegitimasi dan diterapkan dalam sistem Pemerintah Daerah di Indonesia.
Bagi lembaga RT/RW Fatunaus yang baru terpilih dan dilantik beberapa waktu lalu, Pemerintah Desa Fatunaus mengadakan Pelatihan Peningkatan Kapasitas Lembaga RT/RW, yang diselenggarakan pada tanggal, 3 Maret 2023 bertempat di Kantor Desa Fatunaus.
Narasumber pelatihan adalah Sekcam Amfoang Utara, P. A. Elliek dan Kasubag PDE Kecamatan Amfoang Utara, Nimrot Lelis.
Peserta pelatihan terdiri dari 12 Ketua RT dan 5 Ketua RW dalam 4 dusun di Desa Fatunaus, Kecamatan Amfoang Utara.
Doa penyelenggaraan kegiatan dibawakan oleh unsur BPD Fatunaus, Yulius Baitanu.
Sambutan dan pembukaan kegiatan Pelatihan dilakukan oleh Kepala Desa Fatunaus, Johny Elia Adu, sedangkan penutupan kegiatan pelatihan oleh Ketua BPD Fatunaus, Oktofianus Naisafis. (Paulus Elliek, Sekcam Amfoang Utara)
Komentar