google.com, pub-1400615731964576, DIRECT, f08c47fec0942fa0
google.com, pub-1400615731964576, DIRECT, f08c47fec0942fa0
oleh

LSM PERMATA Lembata Gelar Diskusi Soal Perempuan

PERMATA, salah satu LSM yang konsen menangani kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Lembata merangkul berbagai organisasi di Lembata untuk duduk bersama dalam sebuah diskusi terbatas menyoroti eksistensi perempuan Lembata yang oleh sebagian pihak dianggap cenderung suram akibat kondisi sosial dan budaya patriarkat yang kurang berpihak pada kaum perempuan.

Pose saat diskusi berlangsung dari kanan ke kiri, Dominikus Karangora (Aktivis WALHI NTT), Hana Pertiwi Witak (Relawan Taman Daun Lembata), Nefi Eken (Komunitas Peduli HIV/AIDS NTT-Lembata), Maria Loka (Ketua LSM PERMATA Lembata).

Diskusi yang menghadirkan Nurhayati Kasman, salah satu pengacara perempuan asal Lembata yang saat ini bekerja di LBH SIKAP Lembata berlangsung di Sekretariat PERMATA pada Selasa (20/10/2020) siang. Diskusi menjadi menarik karena perempuan asal Kedang membeberkan berbagai hal mengenai posisi banyak perempuan Indonesia khususnya Lembata yang selalu dieksploitasi.

Nurhayati Kasman juga ikut merintis organisasi Solidaritas Perempuan Indonesia (SPI) di NTT. Ia mengatakan, saat ini SPI sebagai salah satu organisasi nasional yang peduli perempuan baru tersebar di 11 provinsi. Menurutnya, struktur SPI NTT belum terbentuk karena saat ini masih dilakukan pemetaan terkait situasi dan kondisi. Meski demikian, ia mengisahkan, SPI telah melakukan beberapa kajian terkait persoalan tanah yang diantaranya ikut menyeret perempuan adat di Besipae pada tahun 2016 silam.

Nurhayati Kasam, SH pengacara perempuan dari LBH SIKAP berpose bersama (dari kiri ke kanan: Albertus Muda (penyuluh Agama Non PNS), Reineldis Wayan (Aktivis Kasih Insani), Maria Leman (Korban KDRT yang sedang didampingi PERMATA), Maria Loka (Ketua LSM PERMATA Lembata).

Pengacara muda yang saat ini dipercayakan sebagai Kabid Perlindungan Anak dan Perempuan pada LBH SIKAP Lembata mengatakan, ada 4 (empat) isu pokok yang akan terus dikampanyekan oleh SPI meliputi: buruh migran perempuan, perempuan berdaulat atas tanah, perdagangan perempuan dan seksualitas perempuan.

Keempat isu pokok dan sentral sekaligus menjadi program nasional SPI ini, jelas Nurhayati, tidak menjadi program eksklusif SPI tetapi diusahakan agar sedapat mungkin dijadikan aksi bersama dengan membangun jaringan antarorganisasi yang menangani berbagai persoalan di bidang kemanusiaan khususnya perempuan Lembata.

Baca Juga  Geliat Pelayanan Misionaris Cilik Lembata di Tengah Pandemi

Menurut Nur, sapaan akrabnya, NTT merupakan kantong buruh migran perempuan terbesar di Indonesia. Saat ini , katanya, pemerintah Malaysia sedang berkoordinasi dengan pemerintah Indonesia untuk melakukan deportasi buruh migran asal Indonesia yang berjumlah sekitar 420-an orang. Dari jumlah tersebut, lanjutnya, 240 buruh migran berasal dari NTT. Ia sangat menyayangkan karena para buruh migran yang dipulangkan banyak juga yang terinfeksi HIV/AIDS.

Perempuan yang pernah menjadi bagian dari LSM PERMATA Lembata ini juga menyayangkan penanganan kasus-kasus selama ini khususnya perzinahan dan pelecehan maupun pemerkosaan, sering penanganan perkaranya kurang mempertimbangkan perspektif korban khususnya korban perempuan dan anak. Ia menegaskan bahwa pada titik ini tampak jelas kekurangberpihakan hukum terhadap kaum perempuan. Di satu sisi, nasib perempuan terus terancam, di lain sisi, keberpihakan terhadap korban perempuan pun rasanya sangat jauh bahkan nihil.

Nur berpesan, kaum perempuan hendaknya membekali diri dengan berbagai pengetahuan agar mampu menganalisis berbagai persoalan dan tidak gegabah dalam menangani persoalan-persoalan yang menimpa setiap perempuan.

Ia berharap, semua perempuan bersatu manakala seorang perempuan tersandung atau tertimpa kasus. Menurutnya, perlu dilakukan penguatan perempuan di kelas akar rumput yang tidak mengerti bahkan tidak paham soal hukum.

Oleh kerana itu, lanjutnya, perlu pemetaan situasi perempuan di lapangan melalui penguatan SDM di lokus kasus.

Sementara itu, Maria Loka selaku Ketua LSM PERMATA Lembata mengatakan, nasib perempuan Lembata saat ini miris dan memprihatinkan.

Ia membeberkan data kasus kekerasan perempuan sepanjang tahun 2020 sebanyak 15 kasus. Itu pun menurutnya, kasus-kasus tersebut sampai terangkat ke permukaan karena pihak korban yang datang mengadu ke sekretarian Permata. Sementara itu, kasus kekerasan terhadap anak terbilang lebih tinggi. Namun lanjutnya, banyak perempuan yang mendiamkan kasus yang menimpanya karena kuatir dicemooh atau disalahkan keluarga korban.

Baca Juga  Pungutan dan Sumbangan Sekolah

Penguatan Kaum Perempuan
Reineldis Wayan, aktivis Komunitas Kasih Insani Lembata yang secara spesifik menangani orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) mengatakan, persoalan yang menimpa perempuan di Lembata saat ini semakin tak terbendung. Mengacu pada kondisi tersebut, ia mengusulkan, segenap elemen terkait secara periodik menjadwalkan waktunya untuk mengedukasi dan melakukan pendekatan terhadap masyarakat khususnya perempuan korban kekerasan.

Ia berharap. Meskipun saat ini sedang dalam situasi pandemi covid-19 tetapi secara bersama sesuai waktu yang ditetapkan, melakukan secara rutin pertemuan dengan masyarakat di titik-titik kasus yang telah dipetakan.

Di titik-titik tersebut, lanjutnya, tim yang merupakan gabungan dari berbagai organisasi kemanusiaan di Lembata boleh memberi pemahaman tentang hak-hak warga khususnya sebagai perempuan.

“Saya minta kepada PERMATA agar bisa membuat konsep yang efektif efisien agar bisa secepatnya kita eksekusi. Edukasi mesti menjadi prioritas saat ini,” harapnya.

Pose bersama dari kiri ke kanan, Albertus Muda (Penyuluh Agama Non PNS), Reineldis Wayan (Aktivis KAsih Insani) dan Maria Loka (Ketua LSM PERMATA Lembata).

Nurhayati Kasman dalam closing statementnya mengatakan, saat ini fokus aliansi perjuangan hak kaum perempuan hendaknya pada bagaimana mengajak kawan-kawan di beberapa LSM di Lembata untuk kembali mengaktifkan program-program kerja yang menjadi prioritas lembaga kerja di Lembata.

Karena menurutnya, kesusksesan dalam dunia gerakan akan sangat terasa dampaknya ketika aliansi yang dibangun bekerja efektif dalam pendampingan isu-isu di setiap gerakan.

Solidaritas Perempuan Indonesi menurutnya, masih dalam perkenalan bagaimana mencari mitra atau partner di NTT khususnya di Lembata. Dengan berfokus pada 4 (empat) isu besar yang sudah digambarkan. Empat isu tersebut hendaknya menjadi prioritas untuk dilaksanakan di Lembata.

Baca Juga  Lantik Ketua PERMASKKU, Jerry Manafe Minta Mahasiswa Kritisi Pemerintah

“Sebagai pengacara, saya mengajak teman-teman agar bergabung dengan LBH SIKAP.” ajaknya.

Ia mengatakan ruang edukasi umum kepada masyarakat akar rumput atau yang termarginalkan karena kurang mendapat sentuhan pendampingan mesti dibuka seluas-luasnya.

Di akhir diskusi, Maria Loka mengatakan, sangat bersykur karena walaupun dalam jumlah terbatas tetapi bisa sharing dalam suasana saling berbagi sangat terasa.

Selain itu, lanjutnya, diskusi yang digagasnya membuka ruang bagi terjaringnya informasi. “Kita perlu mendapatkan informasi yang jelas agar ketika kaum perempuan mengalami kekerasan, mereka bisa mengetahui dan paham jalur pengaduannya dan bagaimana cara atau strategi menanganinya,” ujarnya.

Perempuan jebolan sarjana Pastoral STP Reinha Larantuka mengungkapkan, melalui diskusi ada banyak masukan berharga yang didapatkan.

“Informasi dari LBH SIKAP menjadi salah satu referensi bagi kita semua,” akunya.

Ia mengatakan, saat ini kekerasan terhadap perempuan di dalam keluarga juga terhadap anak-anak hampir terjadi setiap hari tetapi lebih banyak ditutupi karena tidak tahu bagaimana menangani dan kepada siapa harus mengadu.

“Sebuah langkah awal yang baik telah kita mulai bersama Diskusi berikutnya mungkin teman-teman perempuan yang lainnya diharapkan bisa hadir. Berdiskusi bersama sebagai kekuatan untuk perempuan karena persoalan perempuan hanya bisa dapat di selesaikan oleh perempuan sendiri,” pungkasnya.

Peserta lainnya yang hadir seperti Adriana Banguhari dari LSM Permata, Nefi Eken dari Komunitas Peduli HIV/AIDS NTT-Lembata, Hana Pertiwi Witak dari relawan Taman Daun, Maria Leman korban KDRT, Dominikus Karangora dari WALHI NTT dan Albertus Muda selaku penyuluh Non PNS Kabupaten Lembata pun memiliki pendapat kurang lebih sama dengan apa yang disampaikan sebelumnya.(AM)

Komentar

News Feed