google.com, pub-1400615731964576, DIRECT, f08c47fec0942fa0
google.com, pub-1400615731964576, DIRECT, f08c47fec0942fa0
oleh

Peluncuran Museum Digital Ammu Hawu, Ada Diskusi Pegiat Budaya Sabu Raijua

Pameran cerita rakyat dan Peluncuran Museum Digital Ammu Hawu oleh Yayasan Ammu Hawu Mandiri yang berkolaborasi dengan Komunitas Skolmus dan Komunitas Generasi Peduli Sesama (GPS) Sabu Raijua pada Sabtu (12/08/2023) di Aula SMAN 2 Sabu Barat, Kabupaten Sabu Raijua, NTT menjadi ruang apresiasi sekaligus ruang diskusi para pegiat budaya.

Sejumlah peserta didik, penulis, pengelola komunitas taman baca, pegiat budaya, dan jurnalis terlibat dalam kegiatan yang diawali pameran mini dan pemutaran film dokumenter pendek yang  berkisah tentang pelaku budaya asal Hawu Mehara yaitu Weo Ratu (penutur sejarah lisan dan penganut agama kepercayaan) dan Ice Tede Dara (penenun pelestari pewarnaan alami).

Kegiatan pameran karya, buku dan film ternyata memantik adanya diskusi hangat antara guru dan para peserta didik SMAN 2 Sabu Barat. Sejumlah guru di SMAN 2 Dabu Barat juga mengakui, mereka jadi terpanggil untuk mengumpulkan, menulis, dan mendokumentasikan kembali ingatan dan pengetahuan budaya di sekeliling  mereka.

Ruben Mangngi, salah satu peserta yang secara khusus bertolak dari Kupang untuk menghadiri kegiatan tersebut juga menunjukkan koleksi buku dan kliping koran tentang budaya orang Sabu yang sudah dikumpulkannya selama bertahun-tahun.

Baca Juga  Guru Hebat | Puisi Zhindi Klali

“Saya sangat suka mengumpulkan dan membaca setiap kali ada orang yang menulis tentang budaya Sabu. Saya juga banyak mendengar dari dulu, tetapi hanya menyimpan di kepala. Oleh karena itu saya senang jika ada orang yang menulis,” kata Ruben.

Plt. Kepala SMAN 2 Sabu Barat, Bend Piter Lado mengapresiasi dan menyambut baik kehadiran Museum Digital Ammu Hawu yang secara tidak langsung ikut membantu menyediakan bahan ajar yang bisa dirujuk.

“Selama ini kita kesulitan mencari cerita-cerita budaya yang dituliskan dengan lengkap dan baik. Selalu kita menggunakan cerita dari luar padahal cerita-cerita asli Sabu memiliki unsur instrinsik dan ekstrinsik yang bagus untuk dipelajari,” ujar Bend yang merupakan sarjana pendidikan bahasa indonesia itu.

Sebelumnya, dalam sesi diskusi, Jefrison Hariyanto Fernando, salah satu narasumber menyampaikan, dalam tradisi tutur cerita orang Sabu Raijua, terdapat empat jenis tuturan yaitu Li Jawi yang adalah cerita perumpamaan atau dongeng, Li Pediri uru yang merupakan cerita sejarah, Le Kebie atau penuturan silsilah, dan Li Rai atau tuturan suci.

Menurut ketua Komunitas GPS itu, Keempat jenis tuturan itu memiliki fungsi yang berbeda-beda dengan tantangan yang khas dalam proses pendokumentasian masing-masing tuturan.

Baca Juga  Guru di SMPN 13 Takari Siap Terima Honor BOS Tahap 1

Dalam sesi cerita rakyat Li Jawi berjudul Lai Keru oleh Jhon Oraris Djami, salah satu siswa SMAN 2 Sabu Barat, Leonardo L. Lay, salah satu pegiat budaya Sabu juga berkesempatan membagikan pengalamannya dalam meramu berbagai cerita rakyat asal Sabu, terutama dalam hal ejaan.

“Dalam Li Jawi ada banyak versi yang bisa saling melengkapi.” kata Leo yang saat ini sedang membukukan sejumlah cerita rakyat.

Leonardo juga menyatakan siap bekerja sama terutama dalam hal penyuntingan ejaan untuk tuturan-tuturan yang sedang di dokumentasikan.

Hal senada juga diungkapkan Pelipus Libu Heo bahwa perbedaan versi dalam tuturan Li Jawi tidak dapat dihindari, namun yang terpenting adalah bagaimana nilai luhur dan kearifan dapat diceritakan dan didokumentasikan.

Sementara itu, Jack Lawa Rohi yang memfasilitasi sejumlah kegiatan pada bidang kebudayaan di wilayah Sabu, Rote, Sumba dan Timor mengapresiasi kehadiran Museum Ammu Hawu. Jack berharap ke museum tersebut dapat berkembang dari digital menjadi fisik.

Jack juga menggarisbawahi pentingnya upaya pendukomentasian berbagai aktivitas budaya, khususnya dalam kebutuhan memfasilitasi pendaftaran kepercayaan asli Sabu, Jingitiu. Dalam proses tersebut, kata Jack, diperlukan banyak sumbangan dari proses pendokumentasian dan penulisan, termasuk untuk menuliskan sepenggal sejarah dan bahan ajar tentang budaya Sabu.

Baca Juga  WVI Gandeng Komunitas PRR Lembata Donasi Masker dan CTPS Bagi Pengungsi Erupsi Ile Lewotolok

“Yang paling sulit, dan yang akan menjadi bahan buku ajar adalah Li Rai, mengenai kenapa ritual dilakukan dan kepada siapa dilakukan,” jelas Jack yang ternyata langsung ditanggapi positif juga oleh Fransisco Jacob, salah satu narasumber yang bersedia membagikan hasil penelitian dan koleksinya.

Founder Museum Ammu Hawu, Lodimeda Kini juga menegaskan, dirinya siap membantu dalam proses penulisan seluruh cerita rakyat Sabu Raijua.

“Karena menulis adalah bidang dan kekuatan kami, jadi kami siap untuk menjadi ‘ban belakang’ untuk membantu kerja-kerja budaya yang membutuhkan tulisan,” tekan Lodimeda

Hingga akhir diskusi, hampir semua peserta menginginkan agar ada pameran cerita rakyat pada kesempatan selanjutnya. Ternyata langsung direspon oleh ketiga pemateri; Lodimeda Kini, Jefrison Hariyanto Fernando dan Fransisco Jacob. Ketiganya berjanji, pada Oktober mendatang, akan dilakukan pameran cerita rakyat jilid II sekaligus peluncuran buku berjudul Hegai Ama Heboro Appu.

Komentar

News Feed