google.com, pub-1400615731964576, DIRECT, f08c47fec0942fa0
google.com, pub-1400615731964576, DIRECT, f08c47fec0942fa0
oleh

Kejari Kabupaten Kupang Pelajari Laporan Penyalahgunaan Dana Desa di Ambada

Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Kupang, Ridwan Sujana Angsar kepada media ini pada Jumat (17/09/2021) malam mengakui, pihaknya masih sementara mempelajari laporan yang disampaikan para Pengurus Solidaritas Pemuda Amfoang (SUFa) Tingkat Kecamatan Amfoang Barat Daya (Ambada) mengenai dugaan penyalahgunaan anggaran desa pada Desa Manubelon dan Desa Bioba Baru di Kecamatan Amfoang Barat Daya, Kabupaten Kupang.

Ridwan mengakui hal tersebut ketika dikonfirmasi terkait perkembangan tindaklanjut penanganan pihak Kejari Kabupaten Kupang terhadap laporan yang sudah disampaikan para pengurus SUFa Ambada sejak awal Agustus 2021.

Perlu diketahui, pada awal Agustus 2021, sejumlah pengurus SUFa Ambada telah melaporkan dugaan penyalahgunaan anggaran desa pada dua desa di Kecamatan Ambada  kepada pihak Kejari Kabupaten Kupang.

Kepada media ini pada Jumat (17/09/2021) malam, salah satu pengurus SUFa Ambada yang ingin namanya dianonimkan mengakui, pihak mereka terpaksa harus melaporkan dugaan penyalahgunaan dana desa kepada pihak Kejari Kabupaten Kupang agar diproses secara hukum karena pihak Pemerintah Kabupaten Kupang terkesan tidak memiliki niat baik untuk menyelesaikan secara baik-baik persoalan yang sudah mereka laporkan sejak tahun lalu (2020).

“Kami sudah punya niat baik untuk laporkan kepada pak Bupati Kupang, Pihak Inspektorat Daerah Kabupaten Kupang, dan pihak terkait lainnya agar ada pemeriksaan khusus dari pihak inspektorat sehingga ada peluang kerugian Negara bisa dikembalikan oknum terkait jika terbukti tanpa harus ada proses hukum. Tetapi pihak Pemerintah Kabupaten Kupang terkesan tidak memiliki niat baik sesuai harapan kami sehingga kami giring untuk proses hukum saja.” katanya. Dirinya juga mengharapkan agar laporan mereka bisa disikapi secara serius oleh pihak Kejari Kabupaten Kupang.

Seperti yang pernah diberitakan media ini, pada Akhir Agustus tahun 2020, sejumlah pemuda di Desa Manubelon, Kecamatan Amfoang Barat Daya, Kabupaten Kupang mengaku mencium adanya aroma korupsi dalam penggunaan dana desa di Desa Manubelon sejak tahun 2016 hingga 2019 untuk sejumlah kegiatan atau program yang mestinya dimanfaatkan sebagai program yang prospektif untuk membangun dan memberdayakan masyarakat desa.

Para pemuda yang diwakili oleh Edison Balabi, James Ambenu, Bernat Taneo, dan Jitro Lelan itu mengatakan bahwa dugaan mereka didasari oleh sikap tertutup terhadap pengelolaan dan pertanggungjawaban sejumlah kegiatan atau proyek termasuk penggunaan anggaran desa secara keseluruhan, yang dilakukan oleh Kepala Desa Manubelon, Yunus Noel bersama perangkatnya selama masa jabatannya yang berakhir pada tahun 2018 hingga saat ini ketika pemerintahan desa Manubelon dipimpin oleh Penjabat Sementara Kepala Desa, Dominggus Manit.

“Selama masa jabatan Yunus Noel, sesuai pengetahuan kami tidak pernah ada LPJ akhir tahun setiap satu tahun anggaran berakhir sehingga kami dari elemen pemuda tidak mendapat ruang untuk mempertanyakan sejumlah kejanggalan yang kami temui dalam pelaksanaan kegiatan atau program tertentu.” kata Balabi.

Balabi menambahkan, setelah masa jabatan Yunus Noel berakhir pada tahun 2018, baru ada LPJ untuk keseluruhan masa jabatannya tetapi hanya disampaikan secara garis besar dan mereka juga tidak memiliki ruang untuk mendiskusikan detail setiap kegiatan atau proyek yang menurut mereka bermasalah.

“Dokumen anggaran desa yang memuat Rencana Anggaran Biaya (RAB) setiap kegiatan termasuk dokumen LPJ setiap akhir tahun anggaran merupakan barang yang rahasia bagi kami sehingga, karena juga didukung tampilan fisik sejumlah proyek berbiaya besar yang rusak atau terbengkalai, termasuk pengelolaan sejumlah program bantuan yang sangat tertutup dan tidak jelas, makanya kami menduga kuat bahwa ada potensi atau kemungkinan dana desa Manubelon disalahgunakan oleh oknum tertentu selama ini.” tambah Lelan.

Mereka juga menjelaskan bahwa baru beberapa waktu terakhir ini mereka mendapatkan informasi anggaran untuk kegiatan tertentu dari pihak tertentu yang mau membantu perjuangan mereka sehingga para pemuda memiliki niat agar oknum tertentu yang selama ini menjahili anggaran desa mesti bertanggungjawab jika dugaan mereka terbukti ketika ada pengusutan oleh pihak terkait.

Mereka kemudian merinci sejumlah kegiatan pembangunan yang menurut mereka bermasalah.

Embung senilai 305 juta lebih yang tidak pernah berfungsi

Mereka melaporkan adanya dugaan penyalahgunaan dana desa dalam pengerjaan sebuah embung berukuran mini pada tahun 2017 menggunakan anggaran sebesar Rp 305.960.000.

Mereka menjelaskan, dana sebesar itu digunakan untuk mengerjakan saluran yang panjangnya sekitar 30 meter, beberapa bak kecil untuk menampung air, pagar kawat yang mengelilingi setengah bagian embung, dan sebuah kubangan dengan kedalaman tidak sampai 3 meter berbentuk seperti lingkaran yang diameternya tidak sampai 7 meter yang mereka sebut sebagai embung.

“Kubangan yang mereka sebut embung itu tidak pernah berfungsi untuk dimanfaatkan begitu selesai dikerjakan sampai dengan saat ini.” cerita Ambenu.

Ambenu menduga embung tersebut dikerjakan asal jadi karena air yang tertampung saat musim penghujan pertama langsung merembes melalui seluruh badan embung sehingga tidak tertampung apalagi mengalir keluar melalui saluran yang tersedia.

Baca Juga  Masyarakat Tanajawa, Sabu Raijua Akhirnya Nikmati Air Bersih Bantuan Humanity First Indonesia

Kebun Desa Senilai 300 juta lebih yang terbengkalai

Mereka melaporkan, kebun desa atau yang populer disebut taman eden yang dikerjakan menggunakan dana tahun 2016 dan 2017 juga bermasalah.

Selain dikerjakan pada lahan milik warga tertentu yang kini telah diambil kembali, juga tidak terurus dan penampakan fisik kebun desa tidak sebanding dengan jumlah uang yang dihabiskan untuk pengadaan dan penanaman anakan tanaman. Hampir seluruh area kebun desa hanya ditumbuhi semak belukar saat ini.

“Kami lupa besar anggaran untuk pengerjaan taman eden, tapi saya pernah lihat di baliho saat ikut kerja bakti di lokasi itu anggarannya lebih dari 290 juta pada tahun 2017. Pada tahun 2016 sesuai informasi yang kami dengar saat kerja itu dananya 25 juta lebih.” cerita Balabi.

Menurut James Ambenu, dirinya juga ikut menjual sejumlah anakan pisang kepada perangkat desa yang membeli ratusan anakan pisang dan sejumlah anakan lainnya dari dirinya dan sejumlah warga yang lain untuk ditanam pada kebun desa atau taman eden tersebut.

“Kami semua yang terima pembayaran anakan saat itu menandatangani kwitansi dengan perhitungan setiap anakan itu harganya 15 ribu rupiah tapi uang yang kami terima itu hanya 10 ribu rupiah untuk setiap anakan. Mereka bilang potong 5 ribu untuk ongkos angkut ke lokasi taman eden.” cerita Ambenu.

Bisa jadi, tambah Ambenu, sudah ada biaya tersendiri untuk pengangkutan ke lokasi hanya tidak mereka ketahui karena RAB dirahasiakan kepada mereka.

“Kalau nanti kita sama-sama lihat RAB dan ternyata ada anggaran khusus untuk pengangkutan, ini jadi indikasi bahwa pada kegiatan atau proyek yang lain juga ada kemungkinan mereka gunakan pola atau cara yang sama.” kesal Ambenu.

Ada Proyek Siluman dan Proyek yang dikerjakan asal jadi

Mereka juga menyesalkan keberadaan beberapa kolam ikan di dalam lokasi kantor desa Manubelon yang dibangun tahun 2019 menggunakan dana sebesar Rp. 155.000.000 yang kini terbengkalai dan sudah rusak pada beberapa bagian bak sehingga tidak bisa dimanfaatkan padahal baru setahun dikerjakan.

Mereka juga menilai proyek tersebut merupakan proyek jadi-jadian sebab tiba-tiba saja sudah ada tanpa melalui usulan dalam musyawarah rencana pembangunan baik di tingkat dusun maupun di desa.

“Banyak masyarakat yang pertanyakan keberadaan kolam ikan tersebut sebab tidak pernah ada dalam usulan musrenbang tetapi tiba-tiba saja sudah dikerjakan.” kata Balabi.

Balabi menduga, ada oknum tertentu yang sering mengutak-atik perencanaan pembangunan sehingga mengangkangi hasil musrenbang yang sebenarnya sudah mengakomodir kesepakatan bersama masyarakat mengenai kegiatan pembangunan.

“Operator desa beberapa kali menjelaskan pada kami bahwa saat asistensi ada kegiatan tertentu yang tidak disetujui pihak dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) sehingga mereka bisa menggantinya dengan kegiatan lain, sehingga, jangan sampai munculnya kegiatan atau proyek semacam kolam ikan yang tidak pernah kami usulkan karena memang tidak dibutuhkan itu juga skenario oknum tertentu dengan alasan mengganti kegiatan lain yang tidak disetujui saat asistensi.” curiga Balabi.

Mereka juga mengadukan pengerjaan perkerasan jalan di dusun I dan dusun II pada tahun 2019 menggunakan anggaran sebesar Rp. 540.039.100 yang kini sudah rusak padahal baru setahun dimanfaatkan. Duga mereka, tanggul penahan tanah pada pekerjaan tersebut hanya dikerjakan asal jadi pada banyak titik, Kepadatan material sirtu dibuat bervariasi, pemadatan material sirtu dilakukan asal jadi sehingga jalan sudah bergelombang dan sirtunya berserakan, termasuk cross way juga dikerjakan asal-asalan sehingga sudah hancur.

Mereka menambahkan, ada pengerjaan sebuah sumur bor menggunakan anggaran tahun 2019 sebesar Rp. 140.715.800. Ternyata, jelas mereka, pekerjaan sudah selesai sesuai Laporan pertanggungjawaban kegiatan tetapi ada sejumlah item yang belum diadakan sesuai RAB. Misalnya, contoh mereka, hingga saat ini belum ada reservoir yang menggunakan anggaran sebesar Rp. 21.372.700.

Pada tahun 2019, cerita mereka, juga ada proyek bantuan WC sehat kepada 10 orang Kepala Keluarga (KK) yang juga kental aroma penyalahgunaan anggarannya. Setiap KK, jelas mereka, mendapat bantuan berupa 10 kantong semen, 8 lembar seng, batu dan pasir masing-masing 1 ret (sekitar 3 atau 4 kubik), 1 buah kloset jongkok, 50 buah batako dan uang sejumlah 1 juta rupiah sebagai ongkos untuk pekerja. Padahal dalam RAB, cerita mereka, anggaran yang dihabiskan untuk masing-masing unit WC itu senilai Rp. 6.936.250 sehingga mereka menduga ada oknum tertentu yang sengaja mengambil keuntungan gelap karena jumlah bantuan material termasuk uang yang diterima oleh masing-masing KK tidak sampai 4 jutaan sesuai perhitungan mereka.

Bantuan modal Kelompok digunakan sendiri oleh Kepala Desa

Para pemuda juga melaporkan adanya pemberian modal untuk pengadaan peralatan bengkel motor sebesar Rp. 77.853.410 pada tahun 2017.

Baca Juga  The WikiLeaks Emails Show How a Clinton White House Might Operate

Yang mereka ketahui, cerita mereka, kesepakatannya adalah penerima bantuan akan menyetor sejumlah uang setiap bulan selama beberapa tahun agar modal tersebut bisa dikembalikan untuk digulir lagi dalam bentuk program atau kegiatan untuk kelompok atau sasaran yang lain.

Dalam pelaksanaan, sesuai yang mereka ketahui, pembelanjaan alat dan pengelolaan bengkel tersebut dilakukan secara tertutup oleh pihaknya Yunus Noel yang menjabat sebagai kepala desa sehingga sama sekali tidak memberi keuntungan apapun bagi kelompok yang seharusnya menerima bantuan.

Awalnya, cerita mereka, semua peralatan bengkel ditempatkan di tempat tinggal Yunus Noel yang saat itu menempati rumah jabatan kepala desa, kemudian sejumlah pemuda termasuk ketua kelompok bengkel tersebut ikut bekerja tetapi karena pengelolaan keuangan dan bagi hasil yang diatur oleh Yunus Noel tidak menguntungkan, sejumlah pemuda yang baru bekerja sebulan itu tidak mau terlibat lagi.

Salah satu dari mereka yang namanya ada dalam kelompok penerima bantuan peralatan bengkel merasa bahwa keberadaan kelompok yang melibatkan mereka hanya akal-akalan Yunus Noel.

“Kami merasa nama kami hanya dipakai untuk kepentingan administrasi. Selebihnya, Yunus Noel yang atur untuk kepentingan pribadinya.” cerita Dia yang ingin namanya dianonimkan.

Selain pemberian modal untuk bengkel, tambah mereka, juga ada pengadaan peralatan meubeler untuk dua kelompok sebesar Rp. 80.000.000 dan pengadaan mesin cetak batako untuk satu kelompok usaha dengan besar dana Rp. 34.326.000.

Mereka menjelaskan, salah satu paket peralatan meubel dikelola sendiri oleh Yunus Noel yang menjabat kepala desa saat itu.

Hingga saat ini, cerita mereka, Yunus Noel diketahui hanya dua kali menyetor pembayaran angsurannya. Kelompok meubel lainnya yang dikelola oleh salah satu warga diketahui tidak pernah menyetor pembayarannya hingga saat ini karena yang bersangkutan mengaku tidak pernah menggunakan peralatan meubeler yang diterima. Mesin cetak batako dikelola oleh salah satu warga yang juga diketahui hanya satu kali menyetor pembayaran sejak 2018 hingga saat ini.

“Kami heran, model kerja seperti apa yang diterapkan oleh mereka sehingga modal untuk kegiatan-kegiatan usaha seperti itu belum dikembalikan menyebabkan dana ratusan juta jadi mati sehingga tidak bisa digulir untuk dinikmati masyarakat lain yang menjadi sasaran program.” adu mereka.

Mereka juga bercerita, pengelolaan BUMDES (Badan Usaha Milik Desa) dilakukan sepihak oleh bendahara dan sekretaris tanpa melibatkan pimpinan atau direktur BUMDES sehingga menuai banyak masalah. Selain pengelolaan aset yang tidak jelas dan diduga dimanfatkan hanya untuk kepentingan orang tertentu, uang tunai sebesar Rp. 37.000.000 yang dikelola sepihak oleh bendahara juga tidak jelas penggunaannya hingga saat ini.

“Sudah ada tiga kali rapat untuk mendengar laporan pertanggungjawaban pengurus BUMDES tetapi masalah pengelolaan aset termasuk keberadaan uang sebesar 37 juta rupiah itu belum jelas hingga saat ini.” cerita mereka.

Program Ternak Bantuan dikelola secara tertutup

Mereka melaporkan, pada tahun 2016, 2018, dan 2019, terdapat proyek pengadaan sapi untuk diparon oleh kelompok masyarakat. Mekanismenya, setelah dipelihara maksimal 2 tahun oleh masyarakat yang tergabung dalam kelompok-kelompok penerima bantuan, ternak sapi bisa dijual dan modal pengadaan sapi dan tali ikat serta obat-obatan dikembalikan kepada pemerintah desa untuk dikelola menjadi modal yang bergulir ke sasaran berikut.

Mereka menjelaskan, ternak sapi sejumlah 50 ekor diadakan pada tahun 2018 menggunakan anggaran sebesar Rp. 318.348.000. Pada tahun 2019, anggaran sebesar Rp. 317.653.000 juga dihabiskan untuk pengadaan 50 ekor sapi. Untuk tahun 2016, jelas mereka, mereka tidak tahu berapa persis besar anggarannya, tetapi sepengetahuan mereka ada sejumlah ternak sapi yang dibeli dan diserahkan kepada masyarakat.

Hingga saat ini, jelas mereka, pengelolaan bantuan sapi dan pengembalian modal untuk digulirkan kembali kepada sasaran program yang baru tidak mereka ketahui karena dilakukan secara tertutup dan tidak pernah disampaikan dalam forum resmi di desa.

“Mestinya yang mendapat bantuan ternak sapi dari tahun 2016 dan 2018 itu sudah mengembalikan modal setelah sapi yang diterima itu dijual dan dananya kembali digulirkan kepada kelompok atau sasaran lain sehingga sudah ratusan orang yang menjadi sasaran program tersebut saat ini.” kata Balabi.

Minta Inspektorat Daerah Kabupaten Kupang Usut Laporan Mereka

Lebih lanjut, mereka menambahkan, masih ada sejumlah kegiatan yang mereka duga bermasalah seperti pengerjaan lapangan futsal pada tahun 2019 dengan dana sebesar 67 juta lebih tetapi masih ada banyak item pekerjaan dan pembelanjaan yang mereka tahu betul belum dilaksanakan, termasuk pengadaan kawat duri ratusan juta rupiah yang mubazir, dan, beberapa kegiatan lainnya yang menurut mereka akan jelas aroma penyimpangannya jika ada audit yang dilakukan oleh pihak terkait.

Intinya, tuntut mereka, pihak IRDA mesti melakukan audit yang menyeluruh terhadap sejumlah kegiatan atau proyek yang diduga bermasalah selama ini dengan melibatkan mereka sebagai pelapor.

Baca Juga  Cerpen | Mince

Mereka juga meminta pihak DPRD Kabupaten Kupang agar mengarahkan pihak IRDA Kabupaten Kupang untuk menindaklanjuti laporan mereka.

“Kami minta wakil rakyat di DPRD Kabupaten Kupang juga menanggapi laporan kami sehingga pihak IRDA Kabupaten Kupang bisa mengusut laporan yang kami sampaikan. Biar supaya saat audit dilakukan, dokumen APBDes serta SPJ dan LPJ nanti kita disandingkan dengan fisik dari sejumlah kegiatan yang kami duga bermasalah, sehingga semua jadi terang dan jelas.” tandas Taneo.

Irda Kabupaten Kupang juga diminta Usut Masalah Dana Desa Bioba Baru

Senada dengan Taneo dan kawan-kawannya, saat itu, Silvester Sobeukum, Ketua Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) Desa Bioba Baru di Kecamatan Amfoang Barat Daya, Kabupaten Kupang juga pernah meminta pihak Inspektorat Daerah (IRDA) Kabupaten Kupang untuk melakukan pengusutan terhadap laporan yang disampaikan olehnya mengenai tindakan penggelapan dana BUMDES sebesar 100 juta rupiah yang dilakukan oleh mantan kepala Desa Bioba Baru, Yesaya Baisila pada tahun 2018 lalu ketika yang bersangkutan menjabat sebagai kepala desa Bioba Baru periode 2015-2019.

Sobeukum yakin bahwa persoalan yang berkaitan dengan dugaan penyalahgunaan anggaran desa di Desa Bioba Baru bukan hanya pada penggelapan dana BUMDES, tetapi juga ada sejumlah persoalan pada lain kegiatan yang makin menguatkan aroma penyalahgunaan anggaran desa oleh oknum tertentu.

Sobeukum mencontohkan, keberadaan kebun desa atau yang biasa mereka sebut taman eden yang lokasinya sama dengan lokasi Kantor Desa Bioba Baru saat ini terlihat gersang dan tidak terawat padahal sesuai informasi yang mereka dengar langsung dari kepala desa saat itu dalam rapat desa, ada anggaran sebesar 300 juta lebih yang dihabiskan untuk kepentingan proyek taman eden atau kebun desa tersebut.

“Hingga saat ini, masyarakat yang mengerjakan pagar taman eden juga tidak pernah dapat ongkos kerja mereka sesuai janji kepala desa saat itu. Anakan tanaman naga yang dibeli sendiri oleh kepala desa saat itu bersama beberapa perangkatnya juga tidak terurus saat ini. Hanya ada beberapa pohon naga yang tumbuh saat ini.” cerita Sobeukum.

Sobeukum menduga kuat ada indikasi manipulasi pembelanjaan dan mark up harga pada sejumlah item pembelanjaan pada pekerjaan tersebut sehingga tampilan atau kondisi fisik kebun desa itu tidak sebanding dengan dana 300 juta rupiah yang telah dihabiskan.

Senada dengan Sobeukum, beberapa warga yang ingin namanya dianonimkan menambahkan, setahu mereka juga ada proyek pengadaan sapi sejumlah 40 ekor pada tahun anggaran 2015 tetapi proyek atau program tersebut tidak jelas pengelolaannya hingga saat ini sehingga ternak sapi dan program tersebut seolah hilang begitu saja atau tidak pernah ada.

“Mestinya ternak sapi yang diadakan itu menjadi semacam program bergulir atau program sejenis sehingga dananya terus bergulir dan manfaatnya dapat dinikmati oleh banyak masyarakat. Yang kami lihat saat ini, wujud dari program tersebut termasuk wujud sapinya bahkan tidak jelas.” ungkap mereka.

Mereka juga menambahkan contoh pekerjaan yang kelihatannya dikerjakan asal jadi seperti pengerjaan lapangan futsal pada tahun 2018 yang kualitas lantainya buruk dan seharusnya dilengkapi pagar keliling lapangan sesuai RAB sesuai informasi yang mereka dengar tetapi tidak dikerjakan, termasuk sebuah sumur bor yang dikerjakan asal jadi pada tahun 2019 sehingga mengurangi manfaat pekerjaan tersebut.

Lebih lanjut, Sobeukum dan teman-temannya menjelaskan bahwa mereka menduga ada banyak tindakan penyalahgunaan anggaran dari sekian kegiatan atau proyek yang bersumber dari dana desa selama beberapa tahun terakhir ini sebab Rencana Anggaran Biaya (RAB) pada APBDes dijadikan oleh perangkat desa sebagai barang rahasia untuk mereka selama ini. Sehingga menurut Sobeukum, dugaan penyalahgunaan anggaran desa pada kegiatan lain juga akan terungkap jika ada audit menyeluruh terhadap dokumen anggaran desa oleh pihak terkait.

Karena itu, Sobeukum dan teman-temannya juga mendesak pihak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kupang agar segera mengarahkan pihak IRDA Kabupaten Kupang untuk secepatnya melakukan pengusutan terhadap aduan mereka.

“Wakil rakyat di DPRD Kabupaten Kupang jangan tunggu kami bersurat lagi. Saya secara pribadi siap sebagai pelapor jika pihak terkait turun untuk mengusut laporan yang sudah saya sampaikan melalui media.” tegas Sobeukum.

Menurut Sobeukum, beberapa masalah seperti penggelapan dana BUMDES dan dugaan korupsi dalam pengerjaan kebun desa serta beberapa masalah lainnya yang mereka ketahui selama ini, dapat menjadi pintu masuk untuk mengetahui atau menemukan penyalahgunaan dana desa pada kegiatan lain asalkan audit secepatnya dilaksanakan oleh pihak IRDA Kabupaten Kupang.

Karena saat itu, yakin Sobeukum, dokumen anggaran desa bisa dilihat bersama sehingga RAB pada pekerjaan tertentu yang mencurigakan bisa disandingkan dengan fisik yang ada di lapangan.

 

Komentar

News Feed