Konon terdapat empat Sahabat yang menetap terpisah jarak. Ya. Sekalipun terpisah jarak, mereka saling berkomunikasi secara intens. Dari hari ke hari mereka makin akrab, hingga mereka telah merasa sebagai saudara. Ada yang memposisikan diri sebagai kakak dengan sebutan senior, dan yang adik sebagai yunior, bahkan ada yang rupanya datang paling akhir hingga menyebutkan dirinya sendiri sebagai pemula.
Alkisah, suatu waktu mereka berniat untuk bertemu di suatu tempat wisata yang ditentukan. Segala persiapan dilakukan. Tiket pesawat, dari sahabat yang akan menggunakan pesawat berhubung jarak yang teramat jauh. Tiket kapal penyeberangan, fery, berhubung jarak dekat tetapi dipisahkan oleh selat. Tiket kereta api, berhubung jarak jauh tetapi menempuhnya dapat terjadi pada kereta api, dan tiket bus antarkota dalam propinsi.
Akhirnya mereka bertemu di hotel yang sama. Mereka telah memesan kamar masing-masing. Si pemula yang menggunakan jasa bus antarkota propinsi tiba lebih awal. Ia gelisah. Ia sudah melihat rupa dari para sahabatnya yang disebutkannya sebagai kakak dan senior. Tapi, ia merasa canggung. Untuk pertama kalinya ia akan bertemu dengan para senior.

Ketiga Sahabat yang lain masing-masing masih dalam perjalanan. Tiba di kota wisata itu, yang menggunakan jasa ferry, turun di dermaga memesan mobil Gojek untuk mengantarkannya ke hotel. Pengguna jasa kereta api, cukup menggunakan ojol berhubung jarak antara stasiun dan hotel cukup dekat. Sementara yang menggunakan jasa penerbangan, Ketika landing dan hendak meninggalkan bandara internasional di kedatangan domestic, ia menggunakan jasa taxi menuju hotel.
Di hotel masing-masing menuju kamar yang telah dipesannya secara online pula.
Ketika sudah di dalam kamar, mereka menggunakan aplikasi yang ada dalam gawai masing-masing untuk melakukan obrolan lewat video. Ternyata mereka semua sudah on location.
Beramai-ramai keluar meninggalkan kamar masing-masing. Si pemula berada di lantai tiga, senior 1 berada di lantai 9, senior 2 di lantai 7, senior 3 berada di lantai 2. Semua menuju loby hotel. Siapa tiba terlebih dahulu?
Tidak peduli siapa yang tiba terlebih dahulu di sana. Tapi, akhirnya mereka bertemu. Saling peluk dan cium pipi. Berangkulanlah tiga senior sementara yunior yang pemula berdiri agak jauh berhubung ia masih canggung mendekat. Setelah pelukan, ciuman dan rangkulan, mereka sadar jika baru ada tiga orang.
Lepas pandanglah ketiga senior itu. Pandangan tertumbuk pada si yunior sang pemula. Ketiganya menyapa, merangkul dan mencium sebagai tanda telah bertemu.
Jadilah loby tempat segala rasa dicurahkan. Ketiga senior sangat antusias berkisah tentang seluk-beluk persahabatan mereka selama ini. Sementara adik mereka yang yunior mendengarkan sambil sesekali menyela dengan keluguannya.
Akhirnya mereka bersepakat menemukan satu restoran di sekitar lokasi wisata itu. Mereka pun berangkat.
Di restoran itu mereka menikmati pantai dengan pasir putih dan deburan ombak serta desahnya angin memainkan rambut para pelancongnya. Sementara anak-anak bermain pasir dengan girangnya.
Tiba-tiba matat Senior 1 tertumbuk pada seorang gadis yang bemain pasir di pantai itu. Ada yang berbeda dari gadis itu. Ia meninggalkan ruang makan. Ia berjalan menghampiri gadis itu. Ia menyapa ramah. Gadis itu pun malu-malu Ketika harus menyodorkan tangannya untuk menyalami yang memberi salam itu.
Senior 1 membawa gadis kecil itu kepada ketiga sahabatnya. Mereka memesankan makanan padanya. Gadis kecil itu masih canggung, tetapi mulai menikmati makakan yang disodorkan kepadanya. Ia memang sedang lapar. Sambil menikmati makanan, ke empat sahabat ini saling melirik dan berbisik tentang gadis itu.
Sesungguhnya gadis kecil itu cantik dengan kulit tubuh yang langsat, rambut lurus, dan bila dipoles akan sempurna pada pandangan mata mereka. Ia, gadis potensial.
Setelah memperkenalkan diri pada keempat sahabat itu, ia mau berangkat bersama mereka ke tempat di mana mereka tinggal walau hanya untuk sementara. Keempat sahabat itu senang sekali bahkan bersepakat memoles gadis itu.
Setibanya di hotel, ke empat sahabat memberi uang tambahan untuk satu orang penghuni kamar . Si Gadis kecil tanpa canggung lagi membiarkan dirinya dipoles. Mandi, hal pertama yang dilakukan. Lalu, kini harus memberikan baju terbaik agar si gadis tampil cantik menawan.
Memilih baju yang tepat, sesuai ukuran, warna, hingga merk menjadi perbincangan yang memakan waktu di antara mereka. Sang pemula yang yunior mengikuti saja apa yang sedang diperbincangkan oleh ketiga sahabatnya yang sudah senior.
Ia bertanya pada dirinya sendiri, “Mengapa memilih sehelai baju untuk seorang gadis memakan waktu?”
Tiga helai baju cantik dengan warna yang mirip disodorkan pada gadis kecil itu. Ia diam saja tidak memilih. Keempat sahabat masih meributkan baju terbaik, terindah, bahkan bermerk. Sementara gadis itu diam membisu tanpa niat memilih.
Berjam-jam keempat sahabat itu masuk dari satu toko pakaian ke toko pakaian berikutnya. Gadis itu mengekor mereka dalam diamnya tanpa ekspresi senang atau susah. Keempat sahabat memiih baju sambil membayangkan keluarganya yang ditinggalkan di rumah masing-masing. Kadang-kadang mereka memilih baju tapi tanpa suara. Kadang bersuara tetapi sahabat yang lain diam.
Akhirnya, sang Yunior yang pemula mengambil sikap. Ia berkata kepada ketiga sahabatnya, “Halo para senior. Di sini ada lima helai baju. Aku beri kesempatan untuk memilih dalam waktu 15 menit. Gadis ini sudah mengikuti kita seharian ini. Mari kita beri baju terbaik. Kita pasti dikenang gadis ini, tapi baju terbaik yang manapun akan hancur. Sementara gadis ini akan tumbuh menjadi gadis yang akan mengingat kita, karena nama kita ada di hatinya.”
Lima belas menit kemudian mereka belum juga memilih di antara lima baju terbaik pilihan sang yunior. Demi menghemat waktu, sang Yunior memilih dan menyampaikan kepada ketiga sahabatnya yang senior. “Inilah baju terbaik untuk gadis piihan kita. Baju dengan merk terkenal. Ketika baju ini kita kenakan pada gadis itu, orang sekitar akan terbelalak karena model, warna dan merknya. Isinya adalah tampilan gadis ini!”
Senior 1 berteriak kegirangan, “Setuju!”
Senior 2 dan 3 pun menyetujuinya. Hari itu gadis manis di pantai itu telah berbaju indah. Mereka duduk di pantai memandang jauh menunggu terbenamnya matahari.
Komentar