google.com, pub-1400615731964576, DIRECT, f08c47fec0942fa0
google.com, pub-1400615731964576, DIRECT, f08c47fec0942fa0
oleh

Prajurit Muda Amfoang, Lulus setelah 7 kali Tes, Jadi Sniper Terbaik

Hari Selasa, 14 Desember 2021 bangun pagi-pagi, saya bersiap-siap untuk meluncur ke Kupang.

Desember tahun ini curah hujan cukup tinggi sehingga sungai-sungai mulai banjir, terutama 3 sungai besar di Amfoang. Lintasan jalan sudah nyaman untuk dilalui, dan rasanya tidak ada lagi area berlumpur yang mengkhawatirkan.

Kali Bonpo walau dangkal namun sebaran airnya melebar ke sisi barat. Kali Taen arus airnya deras dan berpasir tebal. Salah masuk bisa terjungkal. Kali Termanu, yang namanya diproporsikan menjadi  Talmanu, arusnyalah yang paling deras. Dasar sungai penuh kerikil lepas yang licin dan kadang membuat penyeberang terjerembab, baik dengan atau tanpa mengendarai sepeda motor.

Sering pelintas jalan mesti menggunakan jasa para pemuda yang sudah berjaga-jaga di tepi Talmanu untuk membantu menyeberangkan sepeda motor jika biaya jasa telah disepakati.

Bila telat keluar dari Naikliu, matahari beranjak tinggi dan gumpalan awan bergulung-gulung tebal di udara, maka hujan akan turun dan banjir pun bergelombang.

Mempertimbangkan resiko di jalan, sebaiknya jangan bepergian ke Kupang sendirian. Bersama Kepala Desa Kolabe dan seorang Kaurnya, kami bersepakat untuk bersama ke Kupang. Sekitar jam 6 seperempat pagi kami bergerak meninggalkan Naikliu.

Matahari bersinar cerah dan angin laut membelai-belai di sepanjang jalan di pesisir pantai utara. Tak ada debu seperti biasanya karna debu dan abu sudah dipadatkan air hujan.

Kami menyeberangi kali Bonpo di Soliu dengan aman. Air memang melebar tapi hanya setinggi lutut. Tanpa kuatir kami melintasinya sembari berhati-hati dengan bebatuan besar yang bisa menumbangkan motor. Kalau sampai terjatuh, tentu akan basah kuyup sekujur tubuh. Tas yang melengket di tubuh akan ikut basah. Menyiasatinya, handphone dan dompet serta dokumen-dokumen berharga sudah dibungkus dengan kantung plastik yang kedap air.

Kami tiba di Taen belum jam 9 pagi. Matahari masih cerah dan tak nampak mendung. Air Taen keruh dan beriak.

Kami mengambil jalan baru melewati area dibawah batu besar. Menghindari pasir dan air dalam di area atas batu besar, rute yang biasa dilalui di musim panas.

Saya tiba lebih dahulu sebelum pak Kades dan krunya tiba. Karena baru mau pernah lewat jalur itu, saya mengambil waktu sejenak untuk mensurvey lintasan penyeberangan.

Baca Juga  Jembatan Talmanu Mulai Diperbaiki Secara Swadaya

Segera didapati bahwa jalur pas di sisi bawah batu besar penuh lumpur dan tak pernah dilalui. Harusnya bergeser lebih ke bawah.

Pelintas jalur penyeberangan yang lain datang menerobos masuk ke sungai. Membelah air keruh dan derum mesin sepeda motor meraung-raung di kecipak air. Caranya melintas menjadi penanda bagi yang akan menyusul menyeberang.

Pak Kades Kolabe tiba lalu kami segera menerobos sungai. Saya mintakan krunya, Apris, tunggu agar kami masuk lebih dulu. Air mencapai lutut dan jika salah memilih jalur maka akan mencapai paha. Membuat basah segalanya.

Sesampai di seberang dengan aman, saya memberi isarat agar Apris menyusul. Gerak sepeda motornya saya rekam dengan video camera handphone. Bagus untuk dijadikan konten Youtube nantinya. Beristirahat sejenak di tepi sungai, kami kemudian bergerak maju.

Di Manubelon kami berhenti rumah seorang kerabat dari Apris. Hendak mengambil titipan kakaknya. Kami menunggu di bawah rerindang tambaring, nama lokal dari pohon asam. Mungkin nama lokal itu diadaptasi dari bahasa Inggris tamarine.

Kami duduk menunggu tuan rumah yang sedang ke pasar Manubelon, meninggalkan rumah kosong tanpa penghuni.

Di saat itulah sebuah sepeda motor matic melintas ke arah pasar. Penumpang di belakangnya melambai ke arah kami. Lalu sekitar 40 meter, matic itu melambat dan berbalik ke arah kami berada.

Ternyata itu om Nerman Taeko dengan anaknya Aldy. Kami sedikit takjub karna Aldy mengenakan seragam prajurit TNI.

Om Nerman dan Aldy menjabat tangan kami.

“Saya dan Aldy hendak ke Naikliu,” kata om Nerman, “Lihat bapa dong di sini, jadi kami kembali.”

Saya hanya manggut-manggut. Suasana menjadi riang karna biasanya di mana om Nerman berada akan selalu hadir dengan kelucuan-kelucuan segar.

“Kami hendak ke Kupang, tapi masih singgah ame titipan. Kali tidak dalam airnya, asal masuk lewat area bawah batu besar.” kata saya tanpa ditanya.

“Son apa-apa ko,” tanya om Nerman.

“Son apa-apa” jawab Kades Kolabe, “Kalau jalan pagi aman. Sore sedikit kalau hujan turun na su agak susah.”

Pembicaraan kami beralih ke Aldy karna tertarik pada uniform TNI yang dikenakannya.

Baca Juga  Mama Mery, Peran Geraja, dan UU Omnibus Law

“Saya baru pulang tugas dari Papua, Om” kata Aldy, “Singgah di Kupang sebentar, tapi mau ke Lilmus lihat mama.”

“Luar biasa,” tukas saya.

“Tugas di mana?” tanya saya ingin tahu.

“Saya tugas di Medan, Om. Sudah 4 tahun sejak penempatan.”

“Ia, bapa” sela om Nerman, “Katong bersyukur bahwa kali ini datang Kupang, Aldy bisa terus ke kampung. Pernah dulu datang tapi hanya 1 hari di Kupang.”

Pembicaraan kemudian berkembang lebih jauh ke pengalaman hidup Aldy semenjak di masa sekolah dulu.
Sebagaimana yang diceritakan om Nerman dan Aldy, apa yang telah dialami Aldy dan keluarganya adalah bukti keajaiban penyertaan Tuhan.

Saat mengikuti tes masuk tentara, Aldy tak kenal putus asa. Pantang menyerah. Berulang-ulang ia mengikuti tes untuk masuk tentara. Setahun 2 kali dibuka pendaftaran, Aldy selalu berusaha mengikutinya.

Selama 6 kali mengikuti tes, ia terus gagal secara beruntun. Pada kali yang ke-7, Aldy dan bapaknya menemui komandan tempat di mana ia akan mengikuti tes.

“Ini saya ikut tes yang terakhir, pak.”kata Aldy,”Saya sudah mencapai batas usia akhir untuk bisa mengikuti tes masuk.”

Komandan memperhatikannya sejenak.

“Ikut saja. Berusaha yang terbaik,” kata komandan.

Aldy mengiyakan. Ia kemudian mengikuti tes dengan penuh harapan. Dari ribuan orang peserta tes, yang akan diterima cuma 40 orang.

Pada kesempatan terakhir itu, Aldy berharap-harap cemas. Jika tak lulus, maka ia tak memiliki kesempatan lagi, karna usianya sudah 25 tahun, batas akhir bagi para calon prajurit.

Puji syukur, ternyata berhasil lulus. Dari Amfoang Utara ia bersama anak paman Dullah, warga Masakgaram Naikliu yang berhasil lolos dari seleksi yang begitu ketat.

Betapa kegembiraan begitu membuncah. Sukacitanya sukar dilukiskan dengan kata-kata. Harapan dan doanya, harapan dan doa-doa mamanya beserta bapa dan sanak saudaranya dikabulkan Tuhan. Cita-citanya untuk menjadi seorang tentara tercapai.

Dalam proses selanjutnya, Aldy mengikuti pendidikan sebagaimana mestinya bagi para prajurit TNI.
Semua proses pendidikan dan latihan diikuti dengan sebaik-baiknya. Ia tak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang telah diperjuangkannya dengan susah payah.

Setelah selesai pendidikan, ia kemudian ditempatkan di Sumatera, sedangkan anak dari paman Dullah ditempatkan di Kalimantan.

Baca Juga  Pertandingan Catur yang Ribut, Mantan Pacar Kawanku, dan Kisruh Bansos

Ditempatkan jauh dari orangtua bukan soal bagi Aldy. Ia sudah sering hidup mandiri jauh dari orangtua di masa-masa sekolah dulu, sehingga tidak soal menghadapi homesick. Mentalnya semakin kuat setelah melalui proses pendidikan yang ketat dan penuh kedisiplinan.

Aldy kemudian mengikuti suatu pendidikan khusus lagi. Dalam latihan menembak, ia meraih hasil yang luar biasa. Aldy menempati urutan kedua sebagai sniper terbaik. Prestasi yang diraihnya begitu membanggakan.

Bagi lulusan terbaik, termasuk Aldy, Panglima menawarkan reward yang luar biasa. Mau pindah atau mau rumah. Aldy berkonsultasi dengan orangtuanya melalui sambungan handphone. Ia kemudian memilih hadiah rumah, sesuai anjuran mamanya.

Bagi orangtuanya, Aldy masih sangat muda. Adalah baik baginya untuk banyak belajar di rantauan. Tak perlu tergesa meminta pulang ke daerah asal. Toh bagi para prajurit, NKRI adalah rumahnya. Dan demikianlah kenyataannya.

Sebagai prajurit muda, ia telah memiliki sebuah rumah di tempat tugasnya di Medan, Sumatera Utara. Hadiah dari kecakapan menembaknya yang tak disangka-sangka. Anugerah Tuhan yang luar biasa bagi seorang pemuda Amfoang yang dahulunya sekolah asal-asalan. Sering berpindah sekolah ke sana kemari karena dianggap bengal.

Kini Aldy telah bertranformasi menjadi seorang prajurit muda TNI yang penuh harapan. Masa depan cerah terbentang baginya. Ketika pulang dari melawat orangtua dan sanak saudara di Lilmus, ia dan rekannya akan mempersiapkan diri untuk bertugas di Libanon.

Dan dalam harapan yang dipanjatkannya dalam doa, ia juga akan mengikuti tes untuk menjadi bagian dari Kopassus, pasukan khusus yang disegani di korps TNI.

Pertemuan dengan Aldy dan bapaknya begitu singkat. Tapi membuat saya merasa takjub. Saya bersyukur karna bertemu dengan seorang anak muda Amfoang yang penuh talenta. Berkharisma dalam seragam prajurit yang dikenakannya. Tubuhnya tinggi tegap dengan perawakan yang gagah. Wajahnya memancarkan harapan dan wibawa ketentaraan.

Kami berpisah setelah bertemu beberapa puluh menit. Saya mendoakan Tuhan memberkati bentangan jalan kehidupannya ke depan. Kiranya hidupnya menjadi inspirasi bagi para pemuda Amfoang lainnya yang bersemangat dan penuh cita-cita. (Paulus A. Elliek, Sekretaris Kecamatan Amfoang Utara)

Komentar

News Feed